Facebook Badge

MAKNA DAN HIKMAH IBADAH HAJI

>> Minggu, 07 Desember 2008

فال الله تعالى: إن أوّل بيت وضع للنّاس للذى ببكة مباركا وهدى للعالمين، فيه آيات بيّنات مقام ابراهيم ومن دخله كان آمنا ولله على الناس حجّ البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفرفإن الله غنيّ عن العالمين (آل عمران:96-97)
Mukaddimah
Salah satu rukun keagamaan yang hanya dimiliki oleh Islam sebagai agama samawi. Ibadah ritual yang diwajibkan kepada umatnya hanya satu kali selama hidup bagi yang mampu; kemampuan secara ekonomi, fisik dan nonfisik. Haji diwajibkan bersyarat terhadap seorang muslim yang baligh, berakal, merdeka dan memiliki kemampuan seperti diatas.
Ibadah haji adalah seperangkat ibadah amaliyah yang memiliki dua dimensi; dimensi sosial (baca –amaliyah), dan spritual. Ibadah haji merupakan sebuah nama leksikal yang berarti ‘pergi jauh’, menjauhkan diri dari…, berbantah-bantah (kamus Al-Munawir) yang dapat didefinisikan sebagai amaliah ibadah yang dilakukan hanya di tanah suci Makkah Al-Mukarromah untuk melaksanakan thawaf, sa’i dan wukuf di Arafah dan lempar jumrah serta seluruh ibadah yang dianjurkan sesuai perintah Allah Swt dan hanya mengharap ridho-Nya. Ibadah haji merupakan wahana yang amat tinggi dalam membentuk karakter muslim sejati, meningkatkan hablum minannas dan hablum minallah. Melakukan ibadah haji adalah langkah menuju peningkatan diri dalam beribadah, bermuamalah, karena dalam pelaksanaannya diharuskan pasrah diri dengan segala dosa yang pernah dilakukannya, hingga dapat menemukan jatidirinya di hadapan sang Khaliq.
Seorang yang melaksanakan ibadah haji sesauai definisi di atas maka seyogyannya ia akan merasakan dengan lahir dan batinnya kebesaran Allah dalam kekuasaanNya. Betapa dhaifnya semua makhluk tak terkecuali manusia di hadapan Allah. Betapa tidak, Allah kumpulkan misalnya di padang Arafah seluruh bangsa, semua suku dengan bahasa yang berbeda, warna kulit dan ramnbut serta kostur tubuh untuk melakukan ibadah yang sama dengan tujuan yang sama pula. Seyogyanya memperbanyak talbiyah; menyambut dengan senang hati panggilan Allah untuk melakukan ibadah jihad ini. Seyogyanya memperbanyak dzikir, tahmid dan tasbih selama berada di mesjidil haram dan masjid nabawi dan tempat-tempat tertentu yang dianjurkan. Meraih predikat mabrur sungguh luar biasa, haji yang tidak tercampuri dengan dosa atau perbuatan salah yang disengaja sekalipun.
Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam, maka seorang muslim yang mampu harus melaksanakannya selama hidup. Maka termasuk dalam katagori murtad bila mengingkari kewajiban ibadah haji ini. Bahkan Rasulullah yang diriwayatkan Sa’id dari Ali Ra. pernah bersabda “Bagi siapa yang mampu (secara ekonomi) untuk menunaikan ibadah haji lalu ia tidak menunaikannya, maka terserah baginya memilih mati dalam keadaan beragama Yahudi atau Nashrani”. Dengan demikian hendaknya tidak menunda-nunda dan mensegerakan untuk menunaikan ibadah haji bila sudah dianggap mampu.

Keutamaan Ibadah Haji
Keutamaan ibadah haji yang lazimnya kita ketahui bagi yang sudah melakukannya maupun yang belum melakukannya diantara adalah:
Afdhalul amal
Ibadah haji termasuk pekerjaan yang paling utama di antara pekerjaan-pekerjaan yang lain yang dilakukan oleh seseorang baik merupakan ibadah mahdhah atau ghair mahdhah. Ibadah haji yang mabrur diurutkan oleh Rasulullah Saw sebagai pekerjaan yang uatam setelah iman kepada Allah, berjihad di jalan Allah. Betapa tidak menunaikan ibadah haji itu sungguh membutuhkan materi yang cukup, energi yang cukup, kekuatan lahir dan batin yang kokoh dengan landasan niat yang pasti menuju mardhatillah.
Jihad semua orang
Ibadah haji serupa dengan jihad tanpa senjata, jihad yang dilakukan semua kalangan manusia. Orang yang lemah, yang kuat, yang tinggi derajatnya secara sosial baik laki-laki maupun perempuan.
Pengahapus Dosa
Melakukan ibadah haji teramat banyak peluang untuk berbuat dosanya, karena dalam melaksanakan ibadah haji tidak boleh sama sekali berbuat fasiq (kata-kata kasar dan pelecehan yang menjurus kepada keluar dari aturan syariat) dan berbuat rafats (berkata kotor, kasar, jorok dan porno). Maka bagi siapa yang berhaji dan tidak melakukan dosa-dosa di atas diibaratkan oleh Rasulullah sebagai seorang bayi yang baru lahir.
Tamu (panggilan) Allah
Orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah tamu Allah, karena mereka semua diundang Allah untuk memenuhi panggilannya. Maka bagi para hujjaj (yang berhaji) dan ‘Ummar (yang berumrah) bila memohon sesuatu dalam doanya pasti dikabulkan, dan bila memohon mengampuni segala dosanya pasti diampuni.
Bernilai Surga
Orang yang melakukan umrah tahun ini dan melakukannya kembali di tahun berikutnya maka segala dosa dalam tenggang waktu kedua umrah yang dikalukannya itu akan dihapus. Dan bagi siapa yang berhaji tiada lain kecuali surga baginya. Allah menjamin masuk surga bagi yang melakukan haji karena ia telah menegakkan tiang agama.

Pemurnian Aqidah dan Hikmah
Dalam pelaksanaan ibadah apapun hendaknya tidak tercampuri oleh kesyirikan baik yang sirri maupun yang dhohir, niscaya ibadah tersebut akan batal. Begitu pula ibadah haji yang seyogyanya dilakukan hanya karena Allah ingin meraih maghfiroh dan ridho-Nya, tetapi kerap dijadikan pamer oleh-oleh, bangga disebut sebagai haji (ria) atau mungkin sembari melakukan kegiatan ekonomi. Yang paling ditakutkan adalah bahaya syirik; yang banyak tidak disadari oleh para hujjaj seperti mencium tembok ka’bah, menangis dan memukuli dada bila berziarah, menjilat dan mencium tembok kaburan Rasulullah dan sahabat, atau membungkus segempal tanah Jabal Uhud atau lainnya untuk dibawa ke negrinya dan lain-lain. Semua itu tidak diajarkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.
Telah kita ketahui bersama, Nabi Ibrahim As memperkenalkan Allah sebagai Tuhan kepada masyarakat bukan sekadar tuhan suku, bangsa atau golonmgan tertentu, tetapi Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang iamnen sekaligus transenden yang dekat kepada manusia dan Ia sangat mengetahui segala kegiatan manusia secara universal.
Sisi pemurnian tauhid yang mutlak harus ditanamkan pada seorang muslim yang hendak melakukan ibadah haji di antaranya:
Di miqat ketika berniat ihram
Miqat makany sebagai tempat awal ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan manusia harus ditanggalkan. Para hujjaj harus menggunakan kain ihram yang sama, karena dengan pakaian yang sama secara psikologis pengaruh negatif pemakainya akan hilang. Apapun ras dan suku pakaian sehari-hari harus ditanggalkan sebagai srigala (lambang kekejaman dan penindasan), sebagai tikus (yang melambangkan kelicikan), sebagai anjing (yang melambangkan tipu daya), dan domba (lambang penghambaan) dan berperankan sebagai manusia sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah. Mulailah dengan pakaian ihram tanpa berjahit karena Allah lebih suka melihat manusia itu sendiri apa adanya. Maka tertanamlah nilai kebersamaan, kesamaan sesama makhluk Allah, kesederhanaan tanpa simbol kegagahan, kejayaan atau kekuasaan.
Sejumlah laranagn selama menggunakan kain ihram harus diindahkan oleh para Hujjaj. Jangan sakiti binatang, jangan menumpahkan darah, jangan mencabut pepohonan. Hal ini karena manusia pada hakikatnya sebagai khalifah yang harus melindungi binatang dan pepohonan serta menjaga kelestarian alam. Dilarang juga menggunakan wewangian, bercumbu dan kawin serta berhias, hal ini karena para hujjaj hendaknya menyadari bahwa manusia bukan materi semata, bukan bula birahi dan hiasan yang dinilai Allah hanyalah hiasan nurani.
Melihat Ka’bah sebelum melakukan Thawaf
Ketika sampai di Masjidil Haram, Makkah Mukarromah begitu jelas pandangan seluruh hujjaj ke Ka’bah, baitullah yang mulia. Betapa terkejut, heran, kagum dan bahagia sungguh luar biasa terucap dari hamba yang dhaif “Allahu Akbar…, subhanallah… , La ilaaha illa Allah”. Seluruh hujjaj akan merasakan betapa kebesaran dan keagungan Allah itu jelas. Mulailah melakukan thawaf dari batas hajar aswad dengan “Bismillahi Allahu Akbar” sebanyak tujuh putaran melawan putaran jam. Seyogyanya umat Islam di seluruh dunia memaknai sebagai simbul kebersamaan, tujuan yang sama yakni ridho Allah, gerakan yang sama tidak boleh menyakiti orang lain. Dalam thawaf tidak ada yang diistimewakan, tidak ada yang didahulukan, tidak ada yang dibebaskan semua menuju dan mengarah yang sama dan nyatanya bahwa tak seorangpun yang tidak mendapatkan giliran.
Ketika Sa’i dari Shafa ke Marwah
Selesai thawaf langsung melanjutkan sa’i (lari kecil) sebanyak tujuh kali pulang-balik dari bukit Shafa (berarti kesucian dan ketegaran) ke bukit Marwah (berarti ideal manusia, sikap menghargai, bermurah hati dan memaafkan orang lain). Bukan sekedar lari kecil untuk menjaga sehat raga, justru melambangkan seorang muslim harus gigih dan kuat dalam segala usaha dalam menopang kehidupannya, dengan segala kemampuan yang dimulai dari kesucian diri dan kebersihan hati sampai mencapai derajat manusia idel yaitu tawakkal. Hal ini dikisahkan oleh Siti Hajar (tokoh ibu, wanita dan istri yang sholihah) mencari air untuk keberlangsungan hidup anaknya Isma’il As dengan diakhiri pasrah kepada Allah. Ketika itu lalu muncullah air yang ia cari yang kini terkenal dengan air Zamzam, yang hingga kini belum pernah habis walau diminum berjuta manusia.
Hikmah yang terkandung justru merujuk kepada keseharian manusia dalam hidupnya, setelah melakukan usaha banting tulang siang malam diharuskan kembali kepada Allah, berdoa kepada Allah. Sabar, pasrah dan tawakkal hanya kepada Allah.
Wukuf di Arafah
Niat ihram dimulai dari tanggal 9 Dzulhijjah menuju Arafah. Arafah begitu luas sejauh mata memandang, penuh sesak manusia, tidak ada bangunan yang permanen seakan-akan semua hujjaj beratapkan langit semata. Arafah sebagai miniatur alam Mahsyar yang kelak akan dialami seluruh manusia. Di Arafah inilah yang sesungguhnya diuji keimanan seseorang dengan wukuf (berhenti/ menetap sebentar) hingga terbenam matahari. Disinilah kebesaran Allah lebih menyentuh nurani, dipanggil untuk mendekatkan diri kepada-Nya lebih dekat lagi. Hanya Allah semata yang ditakuti akan azab-Nya, bermohon segala doa, selalu membaca diri, mengkaji diri, berfikir, lepaskan semua egoistis, pesimis dan rasa bangga diri. Tidak ada seorangpun yang merasa lebih besar, lebih tinggi dari yang lainnya. Bersalaman, berpelukan merintih, menangis dan meratap kepada Allah Swt. Dalam wukuf inilah semestinya para hujjaj menemukan jatidirinya sebagai manusia sejati tanpa simbol, tanpa pakaian dunia, tanpa kemasan kemunafikan diri. Pada akhirnya para hujjaj diharapkan menjadi ‘arief’ dan sadar mengetahui keberadaan dirinya sebagai makhluk Allah.
Muzdalifah, Mina dan Lempar Jumrah
Di Muzdalifah mengupulkan senjata untuk menghadapi syetan sebagai musuh manusia yang paling utama. Hal ini dilakukan di malam hari melambangkan musuh jangan sampai mengetahui siasat dan senjata kita. Dilanjutkan ke Mina, para hujjaj melampiaskan kebencian dan kemarahannya terhadap syetan yang selama ini penyebab segala kegetiran yang dialaminya.
Ikhtitam
Kesyukuran yang sungguh luar biasa bagi seorang muslim yang sudah menunaikan ibadah haji dengan baik dan benar sesuai rukun dan syaratnya. Betapa bahagia yang tiada hingga ketika berhadapan dengan baitullah Ka’bah yang begitu indah dan kokoh. Setiap orang yang menunaikan haji pasti merasakan juga bahagia ketika shalat sunnah seusai thawaf, lalu berdoa di multazam. Betapa kagum memandang lautan manusia memenuhi panggilan Allah shalat berjamaah di Masjidi Al-Haram, Masjid Nabawy dan di Mina, Muzdalifah, Arafah dan tempat lain. Betapa batin ini merasa lega dan lapang kana karunia ilahy yang dirasakan ketika menunaikan shalat muthlaq di raudhah (taman) di Mensjid Nabawy. Sungguh tidak ada kebahagiaan sebahagia wukuf di Arafah.
Demikianlah ibadah haji merupakan kumpulan simbol-simbol yang sangat indah. Apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan benar pasti akan mengantarkan setiap pelakunya ke dalam lingkungan Ilahy dan kemanusiaan yang benar sebagaimana dikehendaki Allah Swt. Amien.

0 komentar:

Anak Adalah Fitnah

Anak Adalah Fitnah

Pengikut

Pesan Rosulullah

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian (niat dan keikhlasan” (HR Muslim)

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP